Minggu, 23 September 2012

MAKALAH HAKIKAT STRATEGI PEMBELAJARAN


BAB I
PENDAHULUAN
A.    HAKIKAT KEGIATAN BELAJAR-MENGAJAR
Kegiatan belajar-mengajar merupakan satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah. Kegiatan belajar adalah kegiatan yang primer dalam kegiatan belajar-mengajar tersebut. Sedangkan kegiatan mengajar merupakan kegiatan sekunder yang dimaksudkan untuk dapatnya terjadi kegiatan belajar yang optimal.
      Situasi yang memungkinkan terjadinya kegiatan belajar yang optimal adalah situasi dimana siswa dapat berinteraksi dengan guru dan atau bahkan pembelajaran di tempat tertentu yang telah diatur dalam rangka mencapai tujuan. Selain itu, situasi tersebut dapat lebih mengoptimalkan kegiatan belajar bila menggunakan metode dan atau media yang tepat. Agar dapat diketahui keefektifan kegiatan belajar mengajar, maka setiap proses dan hasilnya harus dievaluasi.
      Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat ditandai bahwa kegiatan belajar-mengajar merupakan suatu kegiatan yang melibatkan beberapa komponen. Adapun komponen-komponen yang membentuk kegiatan belajar-mengajar tersebut adalah:
1.      Siswa, yakni seseorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
2.      Guru, yakni seseorang yang bertindak sebagai pengelola kegiatan belajar-mengajar, katalisator kegiatan belajar-mengajar, dan peranan lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar-mengajar yang efektif.
3.      Tujuan, yakni pernyataan tentang perubahan perilaku yang diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan belajar-mengajar. Perubahan perilaku tersebut mencakup perubahan kognitif, psikomotorik, dan afektif.
4.      Isi pelajaran, yakni segala informasi berupa fakta, prinsip dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
5.      Metode, yakni cara yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapat informasi dari orang lain, dimana informasi tersebut dibutuhkan mereka untuk mencapai tujuan.
6.      Media, yakni bahan pembelajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk menyajikan informasi kepada para siswa agar mereka dapat mencapai tujuan.
7.      Evaluasi, yakni cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan hasilnya. Evaluasi dilakukan terhadap seluruh komponen kegiatan belajar-mengajar dan sekaligus memberikan balikan bagi setiap komponen kegiatan belajar-mengajar.
Komponen-komponen kegiatan belajar-mengajar tersebut saling berinteraksi satu dengan yang lain dan bermula serta bermuara pada tujuan. Kegiatan belajar-mengajar seperti telah diungkapkan pada pembahasan sebelumnya, dimaksudkan untuk mencapaikan kegiatan belajar. Adanya interaksi antara komponen-komponen kegiatan belajar-mengajar diaman antara yang satu dengan yang lain saing mempengaruhi, maka kegiatan belajar-mengajar merupakan sistem. Sebagai suatu sistem, kegiatan belajar-mengajar seringkali disebut sebagai sistem instruksional.
                    Komponen-komponen kegiatan belajar-mengajar tersebut saling berinteraksi satu dengan lainnya dan bermula serta bermuara pada tujuan. Kegiatan belajar mengajar seperti ini dimaksudkan untuk mencapai kegiatan belajar. Dengan adanya interaksi antara komponen-komponen kegiatan belajar mengajar di mana antara yang satu dengan yang lain saling mempengaruhi, maka kegiatan belajar mengajar merupakan suatu system. Sebagai suatu system, kegiatan belajar mengajar seringkali disebut sebagai system instruksional.
Berdasarkan rumusan komponen Strategi Pembelajaran yag dikemukakan ahli secara garis besar dapat dikelompokan menjadi:
1.      Komponen pertama yaitu urutan kegiatan pembelajaran
Mengurutkan kegiatan pembelajaran dapat memudahkan guru dalam pelaksanaan kegiatan mengajarnya, guru dapat mengetahui bagaimana ia harus memulainya, menyajikannya dan menutup pelajaran.
a)             Sub komponen pendahuluan, merupakan kegiatan awal dalam pembelajaran. Kegiatan ini mempunyai tujuan untuk memberikan motivasi kepada siswa, memusatkan perhatian siswa agar siswa bisa mempersiapkan dirinya untuk menerima pelajaran dan juga mengetahui kemampuan siswa atau apa yang telah dikuasai siwa sebelumnya dan berkaitan dengan materi pelajaran yang akan disampaikan. Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini adalah memberikan gambaran singkat tentang isi pelajaran, penjelasan relevansi isis pelajaran baru, dan penjelasan tentang tujuan pembelajaran.
b)            Sub komponen penyajian, kegiatan ini merupakan inti dari kegiatan belajar mengajar. Dalam kegiatan ini peserta didik akan ditanamkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang telah dimiliki dikembangkan pada tahap ini. Tahap-tahapnya adalah menguraikan materi pelajaran, memberikan contoh dan memberikan latihan yang disesuaikan dengan materi pelajaran.
c)            Sub komponen penutup, merupakan kegiatan akhir dalam urutan kegiatan pembelajaran. Dilaksanakan untuk memberikan penegasan atau kesimpulan dan penilaian terhadap penguasaan materi pelajaran yang telah diberikan.
2.      Komponen kedua yaitu metode pembelajaran
Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan oleh pengajar dalam menyampaikan pesan pembelajaran kepada peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pengajar atau guru harus dapat memilih metode yang tepat yang disesuaikan dengan materi pelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Metode pembelajaran mungkin dapat dikatakan tepat untuk suatu pelajaran tetapi belum tentu tepat untuk pelajaran yang lainnya, untuk itu guru haruslah pandai dalam memilih dan menggunakan metode-metode pembelajaran mana yang akan digunakan dan disesuaikan dengan materi yang akan diberikan dan karakteristik siswa.
Macam-macam metode pembelajaran adalah :
a) Metode ceramah                      
b) Metode demonstrasi                
c) Metode simulasi                      
d) Metode diskusi                         
e) Metode praktikum

3.    Komponen ketiga yaitu media yang digunakan.
Media adalah segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Media dapat berbentuk orang/guru, alat-alat elektronik, media cetak,dsb. Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih media adalah :
a) Ketepatan dengan tujuan pembelajaran
b) Dukungan terhadap isi pelajaran
c) Kemudahan memperoleh media
d) Keterampilan guru dalam menggunakannya
e) Ketersediaan waktu menggunakannya
f) Sesuai dengan taraf berpikir siswa.
4.  Komponen keempat adalah waktu tatap muka.
Pengajar harus tahu alokasi waktu yang diperlukan dalam menyelesaikan pembelajaran dan waktu yang digunakan pengajar dalam menyampaikan informasi pembelajaran. Sehingga proses pembelajaran berjalan sesuai dengan target yang ingin dicapai.
5.  Komponen kelima adalah pengelolaan kelas.
Kelas adalah ruangan belajar (lingkungan fisik) dan lingkungan sosio-emosional. Lingkungan fisik meliputi: ruangan kelas, keindahan kelas, pengaturan tempat duduk, pengaturan sarana atau alat-alat lain, dan ventilasi dan pengaturan cahaya. Sedangkan lingkungan sosio-emosional meliputi tipe kepemimpinan guru, sikap guru, suara guru, pembinaan hubungan baik, dsb. Pengelolaan kelas menyiapkan kondisi yang optimal agar proses belajar mengajar dapat berlangsung secara lancar.
                                                           
B.        PENGERTIAN STRATEGi PEMBELAJARAN
Kegiatan belajar-mengajar sebagai sistem instruksional merupakan interaksi antara siswa dengan komponen yang lainnya. Guru sebagai penyelenggara kegiatan belajar-mengajar, hendaknya memikirkan dan mengupayakan terjadinya  interaksi siswa dengan komponen yang lain secara optimal. Berinteraksinya siswa dengan komponen yang lain secara optimal, akan mengefektifkan kegiatan belajar-mengajar.
        Untuk mengoptimalkan interaksi antara siswa dengan komponen yang lain dari sitem instruksional, maka guru harus mengkonsistenkan tiap-tiap aspek dari komponen-komponen yang membentuk instruksional. Guru dapat melakukan pengkonsistensian dari komponen-komponen yang membentuk sistem instruksional. Tesebut dengan berbagai siasat. Memikirkan dan mengupayakan konsistensi aspek-aspek komponen pembentuk sistem instruksional dengan siasat tertentu inilah yang diseut strategi belajar-mengajar.
                    Dengan demikian strategi belajar-mengajar dapat diartikan sebagai kegiatan guru untuk memikirkan dan mengupayakan terjadinya konsistensi antara aspek-aspek dari komponen pembentuk sitem instruksional, dimana untuk itu guru menggunakan siasat tertentu. Karena sistem instrusional merupakan suatu kegiatan, maka pemikiran dan pengupayaan pengkonsistensisan aspek-aspek komponennya tidak hanya sebelum dilaksanakan tetapi juga pada saat dilaksanakan. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa suatu rancangan tidak selalu tepat pada saat dilakukan. Dengan demikian, strategi belajar-mengajar memiliki dua dimensi sekaligus. Pertama, strategi belajar-mengajar pada dimensi perancangan. Kedua, strategi belajar-mengajar pada dimensi pelaksanaan.
                    Strategi belajar-mengajar pada dimensi perancangan, merupakan pemikiran dan pengupayaan secara strategis untuk merumuskan, memilih, dan atau menetapkan aspek-aspek dari komponen pembentuk sistem instruksional sehingga dapat konsisten antara aspek-aspek tersebut. Strategi belajar-mengajar pada dimensi perancangan, terlihat secara jelas dalam rancangan instruksional atau persiapan mengajar seorang guru. Kejelasan strategi belajar-mengajar dimensi perancangan, akan banyak membantu penciptaan situasi kegiatan belajar-mengajar yang efektif.
        Hubungan yang interaktif antara komponen pembentuk sistem instruksional yang satu dengan komponen yang lain, menyebabkan adanya prosedur perancangan yang tidak bersifat linier. Prosedur menyiasati pengkonsistensian aspek-aspek komponen pembentuk sistem instruksional yang bersifat interaktif, memungkinkan pemikiran keseluruhan aspek-aspek komponen pembentuk sistem instruksional pada saat bersamaan. R.D.Philips (dalam I.G.A.K.Wardani, 1981:11) mengemukakan suatu model interaktif untuk pengembangan kurikulum. Model ini juga dapat digunakan sebagai dasar untuk memikirkan dan mengupayakan pengkonsistensian aspek-aspek komponen pembentuk sistem instruksional.
                    Strategi belajar mengajar pada dimensi pelaksanaan, merupakan pemikiran dan pengupayaan secara strategis dari seorang guru untuk memodifikasi dan atau menyelaraskan aspek-aspek pembentuk sistem instruksional. Pemikiran dan pengupayaan strategi ini hanya dilakukan terhadap aspek-aspek yang mungkin dimodifikasi atau diselaraskan untuk memperoleh konsistensi anatar aspek-aspek komponen pembentuk sistem instruksional. Strategi belajar-mengajar dimensi pelaksanaan hanya nampak apabila ada peristiwa penyimpangan strategi belajar-mengajar dimensi penyimpangan.
                    Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, strategi belajar-mengajar merupakan pemikiran dan pengupayaan dengan siasat tertentu untuk mengkonsistensikan aspek-aspek dari komponen pembentuk sistem instruksional. Siasta-siasat yang berbeda akan menyebabkan adanya berbagai strategi belajr-mengajar yang berbeda pula. Adapun jenis-jenis strategi belajar-mengajar diantaranya:
1.                  Strategi belajar-mengajar ekspositoris, yakni suatu strategi belajar-mengajar yang menyiasati agar semuaaspek-aspek dari komponen-komponen pembentuk sistem instruksional mengarah pada tersampaikannya isi pelajaran (informasi) kepada siswa secara langsung. Dalam strategi belajar-mengajar ekspositoris ini, siswa tidak perlu mencari dan menemukan sendiri fakta, prinsip, dan konsep yang dipelajari. Semua fakta, prinsip, dan konsep yang dibutuhkan oleh siswa telah disajikan secara jelas melalui aspek-aspek dari komponen yang langsung berhubungan dengan para siswa dalam kegiatan belajar-mengajar.
2.                  Strategi belajar-mengajar heuristik, yakni suatu strategi belajar mengajar yang menyiasati agar aspek-aspek dari komponen-komponen pembentuk sistem instruksional mengarah kepada pengaktifan siswa untuk mencari dan menemukan sendiri fakta, prinsip, dan konsep yang mereka butuhkan. Semua siswa yang berinteraksi dengan komponen pembentuk sistem instruksional, harus mengusahakan sendiri mencari dan menamukan fakta, prinsip, dan konsep yang mereka butuhkan.
                     Dua jenis strategi belajar-mengajar seperti dikemukakan sebelumnya, merupakan dua jenis strategi belajar-mengajar yang bila dipertentangkan akan membentuk suatu rentangan. Hal ini menyebabkan adanya sustu sistem instruksional yang strateginya menampakkan kecenderungan pada kedua strategi belajar-mengajar tersebut secara berimbang. Pada akhirnya keberhasilan dalam menyiasatkan kegiatan belajar-mengajar, tergantung sepenuhnya pada guru. Dalam menggunakan strategi tersebut, guru dapat juga menggabungkan dengan jenis pemikiran deduktif atau induktif. Sehingga dapat strategi ekspositorik induktif atau strategi ekspositorik deduktif, dan strategi heuristik induktif atau strategi heuristik deduktif.
C.    TUJUAN STRATEGI PEMBELAJARAN
Setiap penggunaan strategi pembelajaran dalam proses belajar mengajar tentunya memiliki tujuan yang hendak dicapai. Strategi prediction guide merupakan strategi pembelajaran yang tepat digunakan untuk menstimulasi refleksi dan memprediksi materi yang memiliki tujuan dalam penggunaannya dalam pembelajaran, diantaranya yaitu :

a.  Mengoptimalkan pembelajaran pada aspek afektif
Strategi pembelajaran aktif berbeda dengan strategi pembelajaran kognitif dan strategi pembelajaran psikomotorik (keerampilan). Afektif berhubungan dengan nilai (value) yang sulit diukur, oleh karena menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam. Nilai adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang sifatnya tersembunyi, tidak dalam dunia empiris. Ketika berbicara mengenai materi pelajaran tentang nilai atau bisa dikatakan materi yang mengajarkan aspek afektif, disinilah letak tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran prediction guide. Karena pembelajaran menggunakan strategi ini tidak hanya menuntun kemampuan kognitif siswa, akan tetapi lebih mengutamakan aspek afektif. Siswa disini secara tidak langsung belajar akan kepeduliannya terhadap lingkungan sekitar dan belajar menentukan sikap yang terbaik ketika menghadapi suatu persoalan. Dengan pengoptimalan aspek afektif akan membantu membentuk siswa yang cerdas sekaligus memiliki sikap positif dan secara motorik terampil. Ini yang diharapkan dapat dihasilkan dari penggunaan strategi pembelajaran prediction guide.

b. Mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran
                        Sering terjadi selama ini proses pembelajaran yang berlangsung banyak diarahkan kepada proses mendengarkan dan menghafalkan informasi yang disajikan oleh guru, siswa bersifat pasif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa hanya memperoleh kemampuan intelektual (kognitif) saja. Idealnya proses pembelajaran itu menghendaki hasil belajar yang seimbang antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Ketika siswa dalam keadaan pasif menerima pelajaran, maka tidak menutup kemungkinan dia akan mudah melupakan informasi yang disampaikan oleh guru.
            Berbeda halnya ketika siswa ikut berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Dia akan mencari sendiri pengertian dan membentuk pemahamannya sendiri dalam pikiran mereka. Sehingga pengetahuan baru yang disampaikan oleh guru dapat diinterpretasikan dalam kehidupan sehari hari.

D.    JENIS-JENIS BELAJAR
      Berkenaan  dengan  proses belajar yang terjadi pada diri siswa, Gagne (1985) mengemukakan delapan jenis belajar. Kedelapan jenis belajar tersebut adalah:
1.      Belajar Isyarat (signal Learning)
Belajar melalui isyarat adalah melakukan atau tidak melakukan sesuatu karena adanya tanda atau isyarat. Misalnya berhenti berbicara ketika mendapat iyarat telunjuk menyilang sebagai tanda tidak boleh ribut atau berhenti mengendarai sepeda motor diperempatan jalan pada saat tanda lampu merah menyala.
2.Belajar Stimulus-Respon (Stimulus-Response Learning)
Belajar stimulus-respon terjadi pada diri individu karena ada rangsangan dari luar. Misalnya, menendang bola ketika ada bola di depan kaki, berbaris rapi karena ada komando, berlari karena mendengar suara anjing  menggonggong di belakang, dan sebagainya.

3.Belajar Rangkaian (Chaining Learning)
Belajar rangkain terjadi melalui perpaduan berbagai proses stimulus respon (S-R) yang telah dipelajari sebelumnya sehingga melahirkan perilaku yang segera atau spontan seperti konsep merah putih, panas dingin, ibu-bapak, kaya-miski, dan sebagainya.

4.Belajar Asosiasi Verbal (Verbal Association Learning)
Belajar asosiasi terjadi bila individu telah mengetahui sebutan bentuk dan dapat menangkap makna yang bersifat verbal. Misalnya perahu itu seperti badan itik atau kereta api seperti keluang (kaki seribu) atau wajahnya seperti bulan kesiangan.

5.Belajar Membedakan (Discrimination Learning)
Belajar diskriminasi bila individu berhadapan dengan benda, suasana, atau pengalaman yang luas dan mencoba membeda-bedakan hal-hal yang jumlahnya banyak itu. Misalnya membedakan jenis tumbuhan atas dasar urat daunnya, suku bangsa menurut tempat tinggalnya, dan negara menurut tingkat kemajuannya.

6.Belajar Konsep (Concept Learning)
Belajar konsep terjadi bila individu menghadapi berbagai fakta atau data yang kemudian ditafsirkan ke dalam suatu pengertian atau makna yang abstrak. Misalnya, binatang, tumbuhan dan manusia termasuk makhluk hidup, negara-negara yang maju termasuk developed-countries aturan-aturan yang mengatur hubungan antar negara termasuk hukum internasional.

7.Belajar Hukum atau Aturan (Rule Learning)
Belajar aturan/hukum terjadi bila individu menggunakan beberapa rangkaian peristiwa atau perangkat data yang terdahulu atau yang diberikan sebelumnya dan menerapkannya atau menarik kesimpulan dari data tersebut menjadi suatu aturan. Misalnya, ditemukan bahwa benda memuai bila dipanaskan, iklim suatu tempat dipengaruhi oleh tempat kedudukan geografi dan astronomi di muka bumi, harga dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan, dan sebagainya.

8.Belajar Pemecahan Masalah (Problem Solving Learning)
Belajar pemecahan masalah terjadi bila individu menggunakan berbagai konsep atau prinsip untuk menjawab suatu pertanyaan, misalnya, mengapa harga bahan bakar minyak naik, mengapa minat masuk perguruan tinggi menurun. Proses pemecahan masalah selalu bersegi jamak dan satu sama lain saling berkaitan.

Urutan jenis-jenis belajar tersebut merupakan tahapan belajar yang bersifat hierarkis. Jenis belajar yang pertama merupakan prasyarat bagi berlangsungnya jenis belajar berikutnya. Seorang individu tidak akan mampu melakukan belajar pemecahan masalah apabila individu tersebut belum menguasai belajar aturan, konsep, membedakan dan seterusnya.










DAFTAR PUSTAKA

Udin S.Winataputra, dkk, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta : Universitas Terbuka, 2008), hal : 1.9 – 1.11