BAB I
PENDAHULUAN
A.
HAKIKAT
KEGIATAN BELAJAR-MENGAJAR
Kegiatan
belajar-mengajar merupakan satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah.
Kegiatan belajar adalah kegiatan yang primer dalam kegiatan belajar-mengajar
tersebut. Sedangkan kegiatan mengajar merupakan kegiatan sekunder yang
dimaksudkan untuk dapatnya terjadi kegiatan belajar yang optimal.
Situasi yang memungkinkan terjadinya
kegiatan belajar yang optimal adalah situasi dimana siswa dapat berinteraksi
dengan guru dan atau bahkan pembelajaran di tempat tertentu yang telah diatur
dalam rangka mencapai tujuan. Selain itu, situasi tersebut dapat lebih
mengoptimalkan kegiatan belajar bila menggunakan metode dan atau media yang
tepat. Agar dapat diketahui keefektifan kegiatan belajar mengajar, maka setiap
proses dan hasilnya harus dievaluasi.
Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat
ditandai bahwa kegiatan belajar-mengajar merupakan suatu kegiatan yang
melibatkan beberapa komponen. Adapun komponen-komponen yang membentuk kegiatan
belajar-mengajar tersebut adalah:
1.
Siswa, yakni seseorang
yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpan isi pelajaran yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
2.
Guru, yakni seseorang
yang bertindak sebagai pengelola kegiatan belajar-mengajar, katalisator
kegiatan belajar-mengajar, dan peranan lainnya yang memungkinkan berlangsungnya
kegiatan belajar-mengajar yang efektif.
3.
Tujuan, yakni
pernyataan tentang perubahan perilaku yang diinginkan terjadi pada siswa
setelah mengikuti kegiatan belajar-mengajar. Perubahan perilaku tersebut
mencakup perubahan kognitif, psikomotorik, dan afektif.
4.
Isi pelajaran, yakni
segala informasi berupa fakta, prinsip dan konsep yang diperlukan untuk
mencapai tujuan.
5.
Metode, yakni cara yang
teratur untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapat informasi dari
orang lain, dimana informasi tersebut dibutuhkan mereka untuk mencapai tujuan.
6.
Media, yakni bahan
pembelajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk menyajikan
informasi kepada para siswa agar mereka dapat mencapai tujuan.
7.
Evaluasi, yakni cara
tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan hasilnya. Evaluasi
dilakukan terhadap seluruh komponen kegiatan belajar-mengajar dan sekaligus
memberikan balikan bagi setiap komponen kegiatan belajar-mengajar.
Komponen-komponen
kegiatan belajar-mengajar tersebut saling berinteraksi satu dengan yang lain
dan bermula serta bermuara pada tujuan. Kegiatan belajar-mengajar seperti telah
diungkapkan pada pembahasan sebelumnya, dimaksudkan untuk
mencapaikan kegiatan belajar. Adanya interaksi antara komponen-komponen
kegiatan belajar-mengajar diaman antara yang satu dengan yang lain saing
mempengaruhi, maka kegiatan belajar-mengajar merupakan sistem. Sebagai suatu
sistem, kegiatan belajar-mengajar seringkali disebut sebagai sistem instruksional.
Komponen-komponen kegiatan belajar-mengajar tersebut
saling berinteraksi satu dengan lainnya dan bermula serta bermuara pada tujuan.
Kegiatan belajar mengajar seperti ini dimaksudkan untuk mencapai kegiatan
belajar. Dengan adanya interaksi antara komponen-komponen kegiatan belajar
mengajar di mana antara yang satu dengan yang lain saling mempengaruhi, maka
kegiatan belajar mengajar merupakan suatu system. Sebagai suatu system,
kegiatan belajar mengajar seringkali disebut sebagai system instruksional.
Berdasarkan
rumusan komponen Strategi Pembelajaran yag dikemukakan ahli secara garis besar
dapat dikelompokan menjadi:
1. Komponen
pertama yaitu urutan kegiatan pembelajaran
Mengurutkan kegiatan pembelajaran
dapat memudahkan guru dalam pelaksanaan kegiatan mengajarnya, guru dapat
mengetahui bagaimana ia harus memulainya, menyajikannya dan menutup pelajaran.
a) Sub komponen pendahuluan,
merupakan kegiatan awal dalam pembelajaran. Kegiatan ini mempunyai tujuan untuk memberikan motivasi kepada siswa,
memusatkan perhatian siswa agar siswa bisa mempersiapkan
dirinya untuk menerima pelajaran dan juga mengetahui kemampuan siswa atau apa
yang telah dikuasai siwa sebelumnya dan berkaitan dengan materi pelajaran yang
akan disampaikan. Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini adalah memberikan
gambaran singkat tentang isi pelajaran, penjelasan relevansi isis pelajaran
baru, dan penjelasan tentang tujuan pembelajaran.
b) Sub komponen penyajian, kegiatan ini
merupakan inti dari kegiatan belajar
mengajar. Dalam kegiatan ini peserta didik akan ditanamkan pengetahuan baru dan
pengetahuan yang telah dimiliki dikembangkan pada tahap ini. Tahap-tahapnya
adalah menguraikan materi pelajaran, memberikan contoh dan memberikan latihan
yang disesuaikan dengan materi pelajaran.
c) Sub komponen penutup, merupakan
kegiatan akhir dalam urutan kegiatan pembelajaran. Dilaksanakan untuk
memberikan penegasan atau kesimpulan dan penilaian terhadap penguasaan materi
pelajaran yang telah diberikan.
2. Komponen
kedua yaitu metode pembelajaran
Metode pembelajaran adalah cara yang
digunakan oleh pengajar dalam menyampaikan pesan pembelajaran kepada peserta
didik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pengajar atau guru harus dapat
memilih metode yang tepat yang disesuaikan dengan materi pelajaran agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai. Metode pembelajaran mungkin dapat dikatakan tepat
untuk suatu pelajaran tetapi belum tentu tepat untuk pelajaran yang lainnya,
untuk itu guru haruslah pandai dalam memilih dan menggunakan metode-metode
pembelajaran mana yang akan digunakan
dan disesuaikan dengan materi yang akan diberikan dan karakteristik siswa.
Macam-macam metode pembelajaran adalah :
a)
Metode ceramah
b) Metode demonstrasi
c) Metode simulasi
d) Metode diskusi
b) Metode demonstrasi
c) Metode simulasi
d) Metode diskusi
e)
Metode praktikum
3. Komponen ketiga yaitu media yang
digunakan.
Media adalah segala bentuk dan
saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Media dapat
berbentuk orang/guru, alat-alat elektronik, media cetak,dsb. Hal-hal yang harus
dipertimbangkan dalam memilih media adalah :
a)
Ketepatan dengan tujuan pembelajaran
b) Dukungan terhadap isi pelajaran
c) Kemudahan memperoleh media
d) Keterampilan guru dalam menggunakannya
e) Ketersediaan waktu menggunakannya
f) Sesuai dengan taraf berpikir siswa.
b) Dukungan terhadap isi pelajaran
c) Kemudahan memperoleh media
d) Keterampilan guru dalam menggunakannya
e) Ketersediaan waktu menggunakannya
f) Sesuai dengan taraf berpikir siswa.
4. Komponen keempat adalah waktu tatap muka.
Pengajar harus tahu alokasi waktu
yang diperlukan dalam menyelesaikan pembelajaran dan waktu yang digunakan
pengajar dalam menyampaikan informasi pembelajaran. Sehingga proses pembelajaran
berjalan sesuai dengan target yang ingin dicapai.
5. Komponen kelima adalah pengelolaan kelas.
Kelas adalah ruangan belajar
(lingkungan fisik) dan lingkungan sosio-emosional. Lingkungan fisik meliputi:
ruangan kelas, keindahan kelas, pengaturan tempat duduk, pengaturan sarana atau
alat-alat lain, dan ventilasi dan pengaturan cahaya. Sedangkan lingkungan
sosio-emosional meliputi tipe kepemimpinan guru, sikap guru, suara guru,
pembinaan hubungan baik, dsb. Pengelolaan kelas menyiapkan kondisi yang optimal
agar proses belajar mengajar dapat berlangsung secara lancar.
B.
PENGERTIAN
STRATEGi PEMBELAJARAN
Kegiatan
belajar-mengajar sebagai sistem instruksional merupakan interaksi antara siswa
dengan komponen yang lainnya. Guru sebagai penyelenggara kegiatan
belajar-mengajar, hendaknya memikirkan dan mengupayakan terjadinya interaksi siswa dengan komponen yang lain
secara optimal. Berinteraksinya siswa dengan komponen yang lain secara optimal,
akan mengefektifkan kegiatan belajar-mengajar.
Untuk mengoptimalkan interaksi antara
siswa dengan komponen yang lain dari sitem instruksional, maka guru harus
mengkonsistenkan tiap-tiap aspek dari komponen-komponen yang membentuk
instruksional. Guru dapat melakukan pengkonsistensian dari komponen-komponen
yang membentuk sistem instruksional. Tesebut dengan berbagai siasat. Memikirkan
dan mengupayakan konsistensi aspek-aspek komponen pembentuk sistem
instruksional dengan siasat tertentu inilah yang diseut strategi belajar-mengajar.
Dengan
demikian strategi belajar-mengajar dapat diartikan sebagai kegiatan guru untuk
memikirkan dan mengupayakan terjadinya konsistensi antara aspek-aspek dari
komponen pembentuk sitem instruksional, dimana untuk itu guru menggunakan
siasat tertentu. Karena sistem instrusional merupakan suatu kegiatan, maka
pemikiran dan pengupayaan pengkonsistensisan aspek-aspek komponennya tidak
hanya sebelum dilaksanakan tetapi juga pada saat dilaksanakan. Hal ini
didasarkan pada pemikiran bahwa suatu rancangan tidak selalu tepat pada saat
dilakukan. Dengan demikian, strategi belajar-mengajar memiliki dua dimensi
sekaligus. Pertama, strategi belajar-mengajar pada dimensi perancangan. Kedua,
strategi belajar-mengajar pada dimensi pelaksanaan.
Strategi
belajar-mengajar pada dimensi perancangan, merupakan pemikiran dan pengupayaan
secara strategis untuk merumuskan, memilih, dan atau menetapkan aspek-aspek
dari komponen pembentuk sistem instruksional sehingga dapat konsisten antara
aspek-aspek tersebut. Strategi belajar-mengajar pada dimensi perancangan,
terlihat secara jelas dalam rancangan instruksional atau persiapan mengajar
seorang guru. Kejelasan strategi belajar-mengajar dimensi perancangan, akan
banyak membantu penciptaan situasi kegiatan belajar-mengajar yang efektif.
Hubungan yang interaktif antara komponen
pembentuk sistem instruksional yang satu dengan komponen yang lain, menyebabkan
adanya prosedur perancangan yang tidak bersifat linier. Prosedur menyiasati
pengkonsistensian aspek-aspek komponen pembentuk sistem instruksional yang
bersifat interaktif, memungkinkan pemikiran keseluruhan aspek-aspek komponen
pembentuk sistem instruksional pada saat bersamaan. R.D.Philips (dalam
I.G.A.K.Wardani, 1981:11) mengemukakan suatu model interaktif untuk
pengembangan kurikulum. Model ini juga dapat digunakan sebagai dasar untuk
memikirkan dan mengupayakan pengkonsistensian aspek-aspek komponen pembentuk
sistem instruksional.
Strategi
belajar mengajar pada dimensi pelaksanaan, merupakan pemikiran dan pengupayaan
secara strategis dari seorang guru untuk memodifikasi dan atau menyelaraskan
aspek-aspek pembentuk sistem instruksional. Pemikiran dan pengupayaan strategi
ini hanya dilakukan terhadap aspek-aspek yang mungkin dimodifikasi atau
diselaraskan untuk memperoleh konsistensi anatar aspek-aspek komponen pembentuk
sistem instruksional. Strategi belajar-mengajar dimensi pelaksanaan hanya
nampak apabila ada peristiwa penyimpangan strategi belajar-mengajar dimensi
penyimpangan.
Seperti
yang telah dikemukakan sebelumnya, strategi belajar-mengajar merupakan
pemikiran dan pengupayaan dengan siasat tertentu untuk mengkonsistensikan
aspek-aspek dari komponen pembentuk sistem instruksional. Siasta-siasat yang
berbeda akan menyebabkan adanya berbagai strategi belajr-mengajar yang berbeda
pula. Adapun jenis-jenis strategi belajar-mengajar diantaranya:
1.
Strategi
belajar-mengajar ekspositoris, yakni suatu strategi belajar-mengajar yang
menyiasati agar semuaaspek-aspek dari komponen-komponen pembentuk sistem
instruksional mengarah pada tersampaikannya isi pelajaran (informasi) kepada
siswa secara langsung. Dalam strategi belajar-mengajar ekspositoris ini, siswa
tidak perlu mencari dan menemukan sendiri fakta, prinsip, dan konsep yang
dipelajari. Semua fakta, prinsip, dan konsep yang dibutuhkan oleh siswa telah
disajikan secara jelas melalui aspek-aspek dari komponen yang langsung
berhubungan dengan para siswa dalam kegiatan belajar-mengajar.
2.
Strategi
belajar-mengajar heuristik, yakni suatu strategi belajar mengajar yang
menyiasati agar aspek-aspek dari komponen-komponen pembentuk sistem
instruksional mengarah kepada pengaktifan siswa untuk mencari dan menemukan
sendiri fakta, prinsip, dan konsep yang mereka butuhkan. Semua siswa yang
berinteraksi dengan komponen pembentuk sistem instruksional, harus mengusahakan
sendiri mencari dan menamukan fakta, prinsip, dan konsep yang mereka butuhkan.
Dua jenis strategi
belajar-mengajar seperti dikemukakan sebelumnya, merupakan dua jenis strategi
belajar-mengajar yang bila dipertentangkan akan membentuk suatu rentangan. Hal
ini menyebabkan adanya sustu sistem instruksional yang strateginya menampakkan
kecenderungan pada kedua strategi belajar-mengajar tersebut secara berimbang.
Pada akhirnya keberhasilan dalam menyiasatkan kegiatan belajar-mengajar,
tergantung sepenuhnya pada guru. Dalam menggunakan strategi tersebut, guru
dapat juga menggabungkan dengan jenis pemikiran deduktif atau induktif.
Sehingga dapat strategi ekspositorik induktif atau strategi ekspositorik
deduktif, dan strategi heuristik induktif atau strategi heuristik deduktif.
C. TUJUAN STRATEGI PEMBELAJARAN
Setiap penggunaan strategi
pembelajaran dalam proses belajar mengajar tentunya memiliki tujuan yang hendak dicapai. Strategi prediction
guide merupakan strategi pembelajaran
yang tepat digunakan untuk menstimulasi refleksi dan memprediksi materi yang memiliki tujuan dalam
penggunaannya dalam pembelajaran, diantaranya yaitu :
a. Mengoptimalkan pembelajaran pada aspek afektif
Strategi pembelajaran aktif berbeda dengan strategi
pembelajaran kognitif dan strategi pembelajaran psikomotorik (keerampilan).
Afektif berhubungan dengan nilai (value) yang sulit diukur, oleh karena
menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam. Nilai adalah suatu
konsep yang berada dalam pikiran manusia yang sifatnya tersembunyi, tidak dalam
dunia empiris. Ketika berbicara mengenai materi pelajaran tentang nilai atau
bisa dikatakan materi yang mengajarkan aspek afektif, disinilah letak tujuan
dari penggunaan strategi pembelajaran prediction guide. Karena pembelajaran
menggunakan strategi ini tidak hanya menuntun kemampuan kognitif siswa, akan
tetapi lebih mengutamakan aspek afektif. Siswa disini secara tidak langsung
belajar akan kepeduliannya terhadap lingkungan sekitar dan belajar menentukan
sikap yang terbaik ketika menghadapi suatu persoalan. Dengan pengoptimalan
aspek afektif akan membantu membentuk siswa yang cerdas sekaligus memiliki
sikap positif dan secara motorik terampil. Ini yang diharapkan dapat dihasilkan
dari penggunaan strategi pembelajaran prediction guide.
b. Mengaktifkan siswa dalam proses
pembelajaran
Sering terjadi selama ini proses pembelajaran yang
berlangsung banyak diarahkan kepada proses mendengarkan dan menghafalkan
informasi yang disajikan oleh
guru, siswa bersifat pasif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa hanya memperoleh kemampuan intelektual
(kognitif) saja. Idealnya proses pembelajaran itu menghendaki hasil belajar
yang seimbang antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Ketika
siswa dalam keadaan pasif menerima pelajaran, maka tidak menutup kemungkinan
dia akan mudah melupakan informasi yang disampaikan oleh guru.
Berbeda halnya ketika siswa ikut berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran. Dia akan mencari sendiri pengertian
dan membentuk pemahamannya sendiri dalam
pikiran mereka. Sehingga pengetahuan baru yang disampaikan oleh guru dapat
diinterpretasikan dalam kehidupan sehari hari.
D.
JENIS-JENIS BELAJAR
Berkenaan
dengan proses belajar yang
terjadi pada diri siswa, Gagne (1985) mengemukakan delapan jenis belajar. Kedelapan
jenis belajar tersebut adalah:
1.
Belajar Isyarat (signal Learning)
Belajar
melalui isyarat adalah melakukan atau tidak melakukan sesuatu karena adanya
tanda atau isyarat. Misalnya berhenti berbicara ketika mendapat iyarat telunjuk
menyilang sebagai tanda tidak boleh
ribut atau berhenti mengendarai sepeda motor diperempatan jalan pada saat tanda
lampu merah menyala.
2.Belajar
Stimulus-Respon (Stimulus-Response Learning)
Belajar stimulus-respon
terjadi pada diri individu karena ada rangsangan dari luar. Misalnya, menendang
bola ketika ada bola di depan kaki, berbaris rapi karena ada komando, berlari
karena mendengar suara anjing menggonggong di belakang, dan sebagainya.
3.Belajar Rangkaian
(Chaining Learning)
Belajar rangkain terjadi
melalui perpaduan berbagai proses stimulus respon (S-R) yang telah dipelajari
sebelumnya sehingga melahirkan perilaku yang segera atau spontan seperti konsep
merah putih, panas dingin, ibu-bapak, kaya-miski, dan sebagainya.
4.Belajar Asosiasi
Verbal (Verbal Association Learning)
Belajar asosiasi terjadi
bila individu telah mengetahui sebutan bentuk dan dapat menangkap makna yang
bersifat verbal. Misalnya perahu itu seperti badan itik atau kereta api seperti
keluang (kaki seribu) atau wajahnya seperti bulan kesiangan.
5.Belajar Membedakan
(Discrimination Learning)
Belajar diskriminasi
bila individu berhadapan dengan benda, suasana, atau pengalaman yang luas dan
mencoba membeda-bedakan hal-hal yang jumlahnya banyak itu. Misalnya membedakan
jenis tumbuhan atas dasar urat daunnya, suku bangsa menurut tempat tinggalnya,
dan negara menurut tingkat kemajuannya.
6.Belajar Konsep
(Concept Learning)
Belajar konsep terjadi
bila individu menghadapi berbagai fakta atau data yang kemudian ditafsirkan ke
dalam suatu pengertian atau makna yang abstrak. Misalnya, binatang, tumbuhan
dan manusia termasuk makhluk hidup, negara-negara yang maju termasuk
developed-countries aturan-aturan yang mengatur hubungan antar negara termasuk
hukum internasional.
7.Belajar Hukum atau
Aturan (Rule Learning)
Belajar aturan/hukum
terjadi bila individu menggunakan beberapa rangkaian peristiwa atau perangkat
data yang terdahulu atau yang diberikan sebelumnya dan menerapkannya atau
menarik kesimpulan dari data tersebut menjadi suatu aturan. Misalnya, ditemukan
bahwa benda memuai bila dipanaskan, iklim suatu tempat dipengaruhi oleh tempat
kedudukan geografi dan astronomi di muka bumi, harga dipengaruhi oleh penawaran
dan permintaan, dan sebagainya.
8.Belajar Pemecahan
Masalah (Problem Solving Learning)
Belajar pemecahan
masalah terjadi bila individu menggunakan berbagai konsep atau prinsip untuk
menjawab suatu pertanyaan, misalnya, mengapa harga bahan bakar minyak naik,
mengapa minat masuk perguruan tinggi menurun. Proses pemecahan masalah selalu
bersegi jamak dan satu sama lain saling berkaitan.
Urutan jenis-jenis
belajar tersebut merupakan tahapan belajar yang bersifat hierarkis. Jenis
belajar yang pertama merupakan prasyarat bagi berlangsungnya jenis belajar
berikutnya. Seorang individu tidak akan mampu melakukan belajar pemecahan
masalah apabila individu tersebut belum menguasai belajar aturan, konsep,
membedakan dan seterusnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Udin
S.Winataputra, dkk, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta :
Universitas Terbuka, 2008), hal : 1.9 – 1.11